Assalamualaikum Wr.Wb
Ada pepatah lama mengatakan, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China"
Pepatah tersebut menggambarkan, betapa pentingnya ilmu bagi seseorang, bahkan jikalau harus menempuh 'safar' jauh ke negeri China. Begitu pentingnya ilmu ini, tak jarang kita lihat banyak orang mencari-cari tempat berguru terbaik yang ada di dunia. Di Indonesia, umumnya masyarakat mulai mencari tempat terbaik sejak anak memasuki bangku SMA. Orang tua akan berlomba-lomba memasukkan anaknya ke SMA-SMA unggulan disekitaran tempat tinggal mereka, atau bahkan lebih jauh, sampai harus jauh dari rumah. Animo ini pun semakin menggila ketika si anak tamat dan melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu dunia perkuliahan. Biasanya ketika sampai ditahap ini, anak sudah memiliki responsibility lebih tinggi sehingga lebih giat demi bergabung ke kampus kenamaan.
Kuliah seyogyanya memang merupakan cita-cita tertinggi bagi seorang siswa, dan bahkan menjadi tuntutan zaman saat ini. Banyak pekerjaan di masa sekarang MEWAJIBKAN para pelamar untuk setidaknya lulusan diploma, dan lebih baik lagi jika sampai ditingkat sarjana. Disamping sekedar menjadi lulusan perguruan tinggi, mereka juga menginginkan untuk bertengger di jajaran mahasiswa kampus kenamaan. Keinginan untuk masuk sebagai mahasiswa kampus besar ini bahkan sudah ada sejak masih duduk di bangku SMA karena berbagai faktor. Umumnya inilah stereotype yang menghantui pikiran adik-adik kita di bangku SMA :
1. Kampus besar menjamin kualitas pendidikan
2. Kampus besar memiliki koneksi alumni yang super besar
3. Kampus besar berakreditasi tinggi sehingga memudahkan saat mencari kerja
Tapi terkadang mereka lupa dengan 3 poin ini :
1. Persaingan memasuki kampus besar sangat sulit
2. Biaya kuliah di kampus besar juga pasti besar
3. Indeks Prestasi persemester kampus besar sangat tinggi
Mari kita bahas poin pertama, tentang sulitnya seleksi masuk ke kampus kampus kenamaan. Seleksi pertama yang harus kamu tempuh adalah SNMPTN atau seleksi undangan. Seleksi undangan ini berkapasitas 50% dari kuota kampus, tapi juga merupakan jalur yang paling susah ditembus! Kenapa? Karena semua orang, baik dia bodoh maupun pintar pasti akan mengambil jalur ini. Masalahnya lagi, kampus dengan nama mentereng PASTI menetapkan Passing Grade (PG) diatas rata-rata, dengan harapan orang-orang yang lolos adalah best of the best students. Sebenarnya jika kamu termasuk siswa berprestasi dan memiliki trend grafik nilai yang meningkat, persaingan sulit ini bukanlah halangan yang berarti. Namun jika tidak, berarti kamu harus melewati serangkaian kursus khusus selama satu tahun terakhir bangku SMA. Untuk apa? Tentunya untuk melewati seleksi kedua
Seleksi kedua atau SBMPTN super jauh lebih sulit dibandingkan seleksi undangan tadi. Terlebih adanya batasan nilai minimal yang ditetapkan oleh masing-masing jurusan. Saya ambil contoh passing grade tertinggi dari SBMPTN tahun lalu yang dipegang oleh Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, dengan 65,7% jawaban benar. Fakultas ini bahkan mengalahkan fakultas mentereng ITB lainnya, seperti FTI (62,5%) dan FTTM (59,8%). Memang fakultas-fakultas diatas sangat sulit untuk ditembus, karena memang menjadi favorit bagi setiap siswa yang baru melepas seragam putih abu-abu. Tapi kalau berhasil lolos kesana, pasti rasa bangganya menyebar sampai ke keluarga besar. Sampai disini, sebagian besar dari pembaca mungkin akan berpikir
"Kalau masalahnya di PG, ambil saja fakultas atau jurusan dengan PG rendah, beres!"
Pendapat tersebut benar, tetapi kamu lupa satu hal :
"Apa memang itu yang benar-benar kamu inginkan?"
Alasan kenapa saya bertanya balik tentang statement diatas cuma satu, yaitu fenomena salah jurusan berjamaah yang dialami oleh banyak mahasiswa se-Indonesia. Umumnya karena adanya tekanan internal dan eksternal, calon mahasiswa baru sering salah dalam memutuskan jurusan apakah yang sesuai untuk dirinya. Tekanan-tekanan seperti teman sudah lulus jalur undangan, punya saudara yang kelewat pintar, jurusan yang diincar ternyata punya PG setinggi langit dan berbagai alasan lainnya sudah sering saya dengar dari teman-teman seperjuangan dulu ketika baru tamat SMA. Karena takut tidak bisa kuliah bareng teman seangkatan, calon maba pasti akan langsung mencari jurusan-jurusan biasa, yang penting bisa kuliah! Mereka tidak berpikir bahwa hal itu merupakan keputusan penting pertama yang harus diambil.
Jalur ketiga dan jalur yang mau tak mau harus kamu tempuh kalau tidak lolos SBMPTN adalah jalur mandiri. Jalur mandiri ini merupakan seleksi yang diadakan oleh masing-masing universitas tempat kamu melamar. Kalau menurut saya pribadi, jalur seleksi ini merupakan yang paling tidak adil. Bayangkan saja, biaya pendaftaran yang mahal karena tidak ada subsidi dari pemerintah ditambah kuotanya yang hanya 20%. Soal-soal seleksi mandiri ini berbeda-beda antara satu universitas dengan universitas lain, jadi bagi yang masih berminat untuk masuk universitas kenamaan walaupun udah 'terdampar' sejauh ini ya sebaiknya dipikir-pikir lagi sih.
Poin kedua adalah permasalahan biaya. Biaya memang masalah yang sensitif untuk dibahas namun tak mungkin pula disepelekan. Bagi mereka yang berasal dari golongan kurang berada, anggaran kuliah haruslah disusun secara signifikan agar kedepannya tidak sampai putus kuliah atau drop out. Kabar baiknya, sejak tahun 2010 silam pemerintah melalui kemendiknas (sekarang bergabung menjadi kemendikbud) telah menyediakan program bantuan bagi mahasiswa dari kalangan kurang mampu yaitu bidikmisi. Dari tahun ke tahun, program bidik misi ini telah banyak menyelamatkan generasi muda kita yang terancam tidak melanjutkan ke bangku perkuliahan. Saat saya lulus pada tahun 2015, satu orang penerima bidikmisi telah bebas dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) kuliah ditambah uang saku 600 ribu. Kemudian dilansir dari Tempo, kemenristek dikti menyampaikan bahwa uang saku penerima bidik misi akan dinaikkan menjadi 850 ribu, yang diikuti dengan kenaikan kuota dari 60 ribu menjadi 80 ribu peserta. Kenaikan demi kenaikan diharapkan akan terus terjadi bagi program bantuan yang satu ini, mengingat banyaknya potensi anak bangsa berprestasi diluar sana yang masih terkendala problema monetarial.
Disamping bidik misi, mahasiswa juga bisa memilih jalur uang kuliah tunggal (UKT) yang notabene juga merupakan salah satu program bantuan dari pemerintah dalam menunjang pendidikan bagi mahasiswa kurang mampu. Sistem UKT mempersilahkan bagi para mahasiswa untuk menetapkan sendiri jumlah SPP yang ditunaikan tiap semesternya sesuai dengan kemampuan finansial keluarga. Saya akan mengambil contoh dari sistem UKT di Universitas Indonesia (UI). SPP di UI yang dikenal dengan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dibedakan menjadi BOP-Berkeadilan (BOP-B) dan BOP-Pilihan (BOP-P). BOP-B ini terbagi menjadi 4 golongan, dengan biaya terendah untuk golongan I sebesar 0-2 juta dan biaya tertinggi untuk golongan IV sebesar 6-7,5 juta bagi program Saintek-kesehatan. Sedangkan untuk program humaniora, golongan I membayar sebesar 0-1,5 juta dan golongan IV membayar sebesar 4-5 juta. Sedangkan BOP-P hanya terbagi menjadi tiga golongan, dengan biaya terendah untuk golongan A sebesar 10 juta dan biaya tertinggi untuk golongan C sebesar 15 juta bagi program Saintek-kesehatan.
Sedangkan program humaniora diwajibkan membayar sebesar 7,5 juta untuk golongan A dan 12,5 juta untuk golongan C. Intinya, program UKT akan mengalokasikan SPP dari mahasiswa BOP-P yang membayar lebih untuk menutupi kekurangan SPP dari mahasiswa BOP-B. Dengan adanya mekanisme ini, diharapkan tercipta sinergi antar sesama mahasiswa yang bertujuan pada tolong menolong antar sesama. Nah dari sini, untuk kamu yang berasal dari keluarga kurang mampu, jangan sampai minder karena tergolong jatah BOP-B. Tunjukkan bahwa kamu memiliki kapabilitas dan orang-orang yang membayar lebih demi kamu memang tidak salah investasi. Dan untuk kamu yang punya rezeki lebih, janganlah sungkan apalagi merasa rugi jika kebagian jatah UKT yang lebih besar. Karena pepatah lama mengatakan, tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah.
Pernah dengar istilah DO dari kakak atau abang kamu dirumah? Drop Out atau disingkat DO merupakan horor tersendiri bagi para mahasiswa. Drop Out merupakan sanksi terberat dalam dunia perkuliahan, karena konsekensinya adalah pemberhentian proses ajar-mengajar antara dosen dengan mahasiswa yang bersangkutan, alias dikeluarin. Sebenarnya banyak hal yang menyebabkan seseorang terkena sanksi drop out, tapi alasan utama yang paling umum dari tahun ke tahun hanya ada satu, yaitu IP! Indeks Prestasi adalah nilai rata rata dari seluruh matakuliah yang telah
diambil oleh mahasiswa. Indeks prestasi dibedakan antara Indeks Prestasi
Semester (IPS), yaitu nilai rata-rata dari satu semester, dan Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK), yaitu nilai rata-rata dari seluruh matakuliah
yang pernah diambil. Demi menjaga standar mereka, kampus-kampus besar menetapkan batas minimum IP yang lebih tinggi dari kampus lainnya. Sayangnya, hal ini kurang disadari oleh para calon mahasiswa baru. Fenomena 'terlambat sadar' ini kemudian melahirkan frustasi, menurunnya semangat dan akhirnya tersisih dari dunia perkuliahan.
Sebenarnya masih banyak lagi faktor yang ada dalam dilema memilih kampus tujuan pasca SMA kelak. Tapi dari tiga penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dibalik profit yang kamu dapat jika sukses bergabung sebagai mahasiswa kampus besar, terdapat pula rintangan yang harus kamu hadapi demi masuk kesana. Dan ketika kamu behasil masuk kesana, jangan langsung merasa pintar dan hebat! Perjuangan kehidupan masihlah sangat panjang, sedangkan kampus hanyalah miniatur sederhana dunia. Jangan pernah berhenti belajar, meskipun kamu adalah yang terbaik diatas yang terbaik. Banyak tanggung jawab yang kamu pikul, baik dari orang tua, dirimu sendiri maupun orang-orang yang kamu singkirkan demi berada diposisi ini. Seperti
quotes dalam suatu film superhero "With great power comes great responsibility"